
Jakarta (ANTARA) – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan lebih dari 6 persen pada penutupan sesi I perdagangan, Selasa. Maximilianus Nicodemus alias Nico, Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, mengungkapkan berbagai faktor yang memengaruhi penurunan ini.
Menurut Nico, faktor eksternal yang menjadi sentimen negatif datang dari global, seperti ketegangan geopolitik yang meningkat. Hal ini disebabkan oleh niat Presiden Rusia Vladimir Putin untuk memperpanjang durasi perang. Selain itu, pembalasan tarif yang lebih besar dari Uni Eropa terhadap Amerika Serikat (AS) dan kekhawatiran pasar terkait resesi yang semakin meningkat di AS juga turut memengaruhi.
Di sisi domestik, Nico menjelaskan bahwa penerimaan negara Indonesia mengalami penurunan hingga 30 persen. Hal ini menyebabkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semakin melebar dan mengharuskan pemerintah untuk menerbitkan utang lebih besar, yang pada gilirannya memperburuk pelemahan nilai tukar rupiah.
“Dengan data tersebut, tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan semakin sulit untuk turun,” kata Nico. Selain itu, penerimaan pajak domestik turun 30,19 persen (YoY), yang hanya tercatat Rp269 triliun, sementara defisit APBN per Februari 2025 mencapai Rp31,2 triliun.
Sementara itu, belanja pemerintah yang turun 7 persen berakibat pada peningkatan utang hingga 44,77 persen pada Januari 2025.
Nico menambahkan, “Ketidakpastian fiskal yang terus meningkat ini membuat banyak pelaku pasar dan investor lebih memilih beralih ke instrumen investasi yang lebih aman dan memberikan kepastian imbal hasil, seperti obligasi, yang membuat saham menjadi kurang menarik.”
Pada penutupan perdagangan sesi I, IHSG tercatat turun 395,87 poin atau 6,12 persen ke level 6.076,08, sementara indeks LQ45 juga turun 38,27 poin atau 5,25 persen ke level 691,08.